7 Juli 2011
Pagi2 jam 6.30 WIB, aku dah nongkrong di Stasiun Lempuyangan nungguin KA. Sri Tanjung jurusan St. Lempuyangan – St. Banyuwangi Baru. Karena ini perjalanan pertamaku ke Pulau Bali maka sebelumnya aku sudah mencari info lebih dulu di internet tentang liku2 backpacking ke Bali.
Dan..... KA. Sri Tanjung adalah ‘primadona’ para backpackers yang akan ke Bali. Terbukti ketika aku antri tiket sudah nampak beberapa kelompok backpacker dgn logat Sunda, Jakarta dan Jawa. KA. Sri Tanjung menjadi primadona krn selain harga tiketnya yg murah (Rp. 35.000,-) juga krn finish terakhirnya di St. Banyuwangi Baru yang letaknya dekat dgn pelabuhan penyeberangan Ketapang.
Akhirnya setelah dpt tiket aku duduk2 dulu di peron sambil menikmati keramaian pagi di stasiun dan beli koran buat bacaan di perjalanan nanti. Tepat pukul 07.00 WIB kereta api memasuki stasiun dan kemudian petugas mempersilahkan penumpang untuk naik. Karena ini adalah stasiun pemberangkatan pertama maka gerbong masih banyak yang kosong sehingga kita bebas memilih tempat duduk. Menurut informasi yang aku dapat kereta akan mulai terisi penuh ketika singgah di beberapa stasiun berikutnya.
Pagi2 jam 6.30 WIB, aku dah nongkrong di Stasiun Lempuyangan nungguin KA. Sri Tanjung jurusan St. Lempuyangan – St. Banyuwangi Baru. Karena ini perjalanan pertamaku ke Pulau Bali maka sebelumnya aku sudah mencari info lebih dulu di internet tentang liku2 backpacking ke Bali.
Dan..... KA. Sri Tanjung adalah ‘primadona’ para backpackers yang akan ke Bali. Terbukti ketika aku antri tiket sudah nampak beberapa kelompok backpacker dgn logat Sunda, Jakarta dan Jawa. KA. Sri Tanjung menjadi primadona krn selain harga tiketnya yg murah (Rp. 35.000,-) juga krn finish terakhirnya di St. Banyuwangi Baru yang letaknya dekat dgn pelabuhan penyeberangan Ketapang.
Akhirnya setelah dpt tiket aku duduk2 dulu di peron sambil menikmati keramaian pagi di stasiun dan beli koran buat bacaan di perjalanan nanti. Tepat pukul 07.00 WIB kereta api memasuki stasiun dan kemudian petugas mempersilahkan penumpang untuk naik. Karena ini adalah stasiun pemberangkatan pertama maka gerbong masih banyak yang kosong sehingga kita bebas memilih tempat duduk. Menurut informasi yang aku dapat kereta akan mulai terisi penuh ketika singgah di beberapa stasiun berikutnya.
Ketika waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, keretapun diberangkatkan.
Persinggahan pertama adalah stasiun Brambanan, berturut2 kemudian
stasiun2 di Klaten, Sragen sampai Madiun dan kereta udah penuh sesak
oleh penumpang plus para pedagang asongan yg hilir mudik menawarkan
dagangannya.
Kereta tiba di St. Gubeng Surabaya sekitar pukul 13.30 WIB, kereta akan berhenti +/- 1 jam untuk pengisian bahan bakar. Setelah bahan bakar terisi keretapun diberangkatkan kembali. Ketika melewati kota Sidoarjo kita akan disuguhi ‘masterpiece’nya salah satu grup konglomerat di Indonesia yaitu Lumpur Lapindo. Di sepanjang sisi utara rel nampak tumpukan batu yang membentuk benteng tinggi untuk menahan luapan lumpur agar tidak meluber menggenangi jalan raya dan rel kereta. Penat seharian duduk di kereta aku mencoba untuk tidur apalagi suasana di luar sudah mulai gelap.
Akhirnya kereta memasuki St. Banyuwangi Baru pada pukul 22.10 WIB. Dengan begitu berakhir pula perjalanan panjang +/- 14,5 jam di atas kereta. Turun dari kereta aku bergegas bergabung dengan rombongan salah satu backpacker. Setelah berjalan kira2 500m aku sampai juga di pelabuhan penyeberangan Ketapang, Banyuwangi. Setelah itu aku segera menuju loket untuk membeli tiket ferry seharga Rp. 6000,-/org. Kemudian aku menuju salah satu ferry yg sudah siap berangkat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB ketika ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Ketapang menuju ke pelabuhan Gilimanuk. Perjalanan memakan waktu 45 menit. Tiba di pelabuhan Gilimanuk aku segera turun menuju tempat pengecekan KTP. Perlu diketahui bahwa setiap memasuki Pulau Bali via pelabuhan Gilimanuk akan dilakukan pemeriksaan KTP. Yang tidak membawa kartu identitas diri tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan dan harus kembali ke Banyuwangi.
8 Juli 2011
Akhirnya aku sampai di terminal Gilimanuk pada jam 12 tengah malam atau 01.00 WITA karena waktu di Bali lebih cepat 1 jam. Jarak terminal Gilimanuk dari pelabuhan Cuma 300an mtr. Di situ sudah ada bis yang standby untuk mengantar penumpang ke Denpasar. Aku tak langsung naik bis tapi mencoba untuk istirahat sebentar dengan merebahkan diri di bangku terminal. Karena waktu masih awal maka terminal keliatan sepi sekali hanya ada 1 kios minuman yang buka. Setelah merasa cukup segar akhirnya jam 02.00 WITA aku memutuskan untuk berangkat. Dengan membayar RP. 25.000,- bis berangkat menuju terminal Ubung Denpasar.
Jalanan yang naik turun serta berkelok-kelok membuatku mengantuk. Sambil terkantuk2 aku menyaksikan pemandangan di keremangan pagi. Bangunan2 menyerupai pura mulai tampak. Karena waktu bertepatan dengan perayaan Galungan yang berlangsung tgl 6 kemarin maka di sepanjang tepi jalan tepatnya di depan rumah2 penduduk terpasang penjor berderet2 yang menambah kentalnya suasana Bali.
Fajar mulai merekah ketika bis mulai memasuki kota Denpasar. Bis akhirnya sampai di terminal Ubung pada pukul 05.30 WITA. Aku segera menelpon adikku si Ndut agar menjemputku di terminal. Kebetulan kantor adikku yang juga merangkap tempat tinggal lokasinya tak jauh dari terminal. Waktu aku telpon adikku rupanya masih tidur karena perkiraannya kedatanganku paling cepat jam 8 pagi. Sambil menunggu adikku datang aku menghitung biaya perjalanan Jogja-Denpasar.
Perinciannya adalah sbb:
KA. Sri Tanjung Lempuyangan - Banyuwangi Rp. 35.000,-
Tiket Ferry Ketapang – Gilimanuk Rp. 6.000,-
Bus Gilimanuk – Denpasar Rp. 25.000,-
Jadi total biaya perjalanan adalah Rp. 66.000,- (di luar biaya konsumsi dll)
Tak terasa rupanya gerimis kecil turun walau Cuma sebentar. Tak lama kemudian si Ndut datang juga. Kemudian aku dibonceng menuju kantornya. Tiba di kantornya aku langsung disambut gonggongan 2 anjing penjaga rumah yaitu si wowo dan wewe. Setelah berkenalan sejenak dengan mereka berdua agar tidak menggonggong lagi aku kemudian bertemu dengan rekan2 kerja Ndut yang lagi nonton siaran langsung bola Copa America. Setelah berkenalan aku pun istirahat tiduran di kamar adikku.
Tidak membuang2 waktu sehabis mandi adikku mengajak aku jalan2 ke Sanur. Berboncengan motor kami pun menuju pantai Sanur dan berjalan2. abis dari Sanur kami menuju Pulau Serangan yaitu ke rumah Wiwin teman adikku yang kebetulan akan merid pada hari minggu nanti (kebetulan aku juga diundang hehehe…). Sampai di sana rumahnya kosong, waktu ditelpon katanya sedang belanja. Akhirnya kami putuskan untuk jalan2 dulu di pantai Serangan. Sampai di pantai kami menuju warung langganan adikku. Setelah memesan minuman dan makanan kecil kami istirahat baring2 di bangku warung sambil melihat para bule main surfing. Pulangnya kami mampir ke rumah Wiwin dan bertemu dengan Per Pedersen (calon suami Wiwin). Kami ngobrol2 sejenak kemudian pulang untuk beristirahat.
9 Juli 2011
Jadwal hari ini aku pergi dengan si Ndut ke Art Centre untuk liat2 pameran PKB (Pekan Kesenian Bali). Pulangnya udah sore mandi dan istirahat sejenak. Malamnya (kebetulan malming) Aku dan kawan2 Ndut pergi ke rumah Wiwin. Tiba di rumah Wiwin orangnya gak ada katanya sedang belanja. Di teras rumahnya Cuma ada Kurt? (ah lupa namanya) bule Amerika yang juga seorang sailor teman Per. Kami semua kemudian berkenalan. Kurt cerita ttg perjalanannya seorang diri mengarungi samudra dengan kapal layarnya. Dia datang langsung dari Amerika ke Bali. Kapal adalah rumahnya dan lautan halamannya, kerjanya Cuma muter2 keliling dunia. Sebentar kemudian Herman, bule tetangga sebelah datang bergabung. Tak lama kemudian Per juga datang disusul Wiwin. Abis ngobrol sana-sini ditemani bir bintang dan coklat rasa cabe (bawaan Kurt rasanya gk pedes2 amat maklum bikinan bule) satu2 mulai pamit. Pertama Herman lalu disusul Kurt. Kurt nunjukin rumahnya yang berlampu hijau dan yang ditunjuk sebagai ‘rumah’ tentunya adalah kapal yang sedang buang sauh di tengah perairan pulau Serangan berdekatan dgn kapal si Per. Tak lama kamipun juga pamitan pulang. Perjalanan pulang karena lapar akhirnya mampir makan di Sushi Tei. Sampe di rumah udah hampir tengah malam. Kami pun istirahat untuk persiapan esok menghadiri pernikahan Wiwin dan Per di Jimbaran Bay.
10 Juli 2011
Minggu pagi bikin spring roll pesenan Wiwin buat welcome snack juga sambil bungkusin rosella sweet (manisan rosela). Sebentar kemudian teman Ndut ngajak aku ke Ubud buat nganterin temannya. Lumayan sempet juga liat2 suasana Ubud. Pulangnya udah sore dan siap rame2 berangkat ke kondangan. Pada jam 16.00 WITA kami pun berangkat menuju Jimbaran atau tepatnya di restoran Aroma Bumbu Bali. Masing2 memakai batik ungu karena dress codenya emang ungu (padahal pengantinnya suka warna ijo hehehe). Angin pantai pun menyambut kedatangan kami berlima dalam suasana mendekati sunset. Yah tema pernikahannya aja ‘Purple Sunset Party’. Kami kemudian memilih meja di ujung dekat pantai.
Pesta berlangsung meriah dengan selingan lagu2 dari pengantin perempuan (lha ternyata Wiwin jago nyanyi). Karena tamu mayoritas bule maka lagu2nya pun banyak lagu barat. Ada kejutan menarik ketika salah seorang tamu unjuk kebolehan ngedrum (ternyata di Holland dia seorang drummer).
Hari semakin malam dan suasana semakin ‘panas’ ketika hadirin disuguhi musik2 rancak. Para tamu tua muda pun turun berjoget sama2 di hamparan pasir pantai Jimbaran. Mulai dari lagu2 barat sampai latin dan dangdut. Suasana makin heboh ketika lagu Waka-Waka kemudian disambung dengan Keong Racun dan Cinta Satu Malam. Bule2 yang gak tau artinya tetap semangat bergoyang karena musiknya memang heboh. Apalagi dari awal salah seorang teman Ndut udah berjoget dengan gaya khas penonton dangdut Indonesia hehehe. Sesekali dia memperagakan goyangnya Uut Permatasari yang ditiru oleh seorang wanita bule. Aku dan Ndut pun gak ketinggalan ikutan berjoget sampai di penghujung acara. Acara pun berakhir pada pukul 22.00 WITA.
11 Juli 2011
Kami berangkat menuju pantai Kuta sudah agak siang karena kami berharap agar tidak terlalu lama untuk menunggu sunset. Pantai Kuta terletak di sebelah selatan Denpasar. Sebelum ke Kuta kami menuju Seminyak terlebih dahulu kemudian Legian baru menuju Kuta. Pantai Seminyak terletak di sebelah utara pantai Kuta dan bersebelahan dengan pantai Legian. Atmosfernya hampir sama dengan Kuta, bedanya karena lokasinya agak jauh dari pusat keramaian Kuta, pengunjung pantai Legian dan Seminyak tidak sebanyak pantai Kuta dan pantai ini juga didominasi oleh turis mancanegara. Mungkin karena suasana yang tenang sehingga para turis tsb lebih suka menghabiskan waktunya disini sambil berjemur di tepi pantai.
Di pinggir pantai seminyak ada tempat Bungy Jumping. Ini adalah wahana wisata untuk memacu adrenalin, yakni meloncat bebas dari menara setinggi 45 meter. Tak ada pengaman saat kamu meloncat kecuali seutas tali khusus yang diikatkan pada pergelangan kakimu. Saat ini, hanya tinggal satu wahana Bungy Jumping beroperasi di Bali, yakni AJ Hawckett yang terletak di pinggir pantai Seminyak, persis di sebelah Club Double Six. Dari pantai Seminyak, Legian, Kuta kita bisa mencapainya dengan berjalan kaki
Pantai Kuta didominasi oleh wisatawan domestik sementara wisatawan mancanegara banyak berkumpul di bar2 di sepanjang jalan Pantai Kuta. Aku habiskan waktu duduk di pasir pantai sambil menunggu sunset. Memang pantai ini terkenal dengan sunsetnya bersaing dengan Pantai Sanur. Setelah puas menikmati kamipun pulang dan mampir pusat oleh2 Bali yaitu Khrisna dan Erlangga 2. Nyampe di rumah udah malam kemudian langsung istirahat tidur.
to be continued…..
Kereta tiba di St. Gubeng Surabaya sekitar pukul 13.30 WIB, kereta akan berhenti +/- 1 jam untuk pengisian bahan bakar. Setelah bahan bakar terisi keretapun diberangkatkan kembali. Ketika melewati kota Sidoarjo kita akan disuguhi ‘masterpiece’nya salah satu grup konglomerat di Indonesia yaitu Lumpur Lapindo. Di sepanjang sisi utara rel nampak tumpukan batu yang membentuk benteng tinggi untuk menahan luapan lumpur agar tidak meluber menggenangi jalan raya dan rel kereta. Penat seharian duduk di kereta aku mencoba untuk tidur apalagi suasana di luar sudah mulai gelap.
Akhirnya kereta memasuki St. Banyuwangi Baru pada pukul 22.10 WIB. Dengan begitu berakhir pula perjalanan panjang +/- 14,5 jam di atas kereta. Turun dari kereta aku bergegas bergabung dengan rombongan salah satu backpacker. Setelah berjalan kira2 500m aku sampai juga di pelabuhan penyeberangan Ketapang, Banyuwangi. Setelah itu aku segera menuju loket untuk membeli tiket ferry seharga Rp. 6000,-/org. Kemudian aku menuju salah satu ferry yg sudah siap berangkat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB ketika ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Ketapang menuju ke pelabuhan Gilimanuk. Perjalanan memakan waktu 45 menit. Tiba di pelabuhan Gilimanuk aku segera turun menuju tempat pengecekan KTP. Perlu diketahui bahwa setiap memasuki Pulau Bali via pelabuhan Gilimanuk akan dilakukan pemeriksaan KTP. Yang tidak membawa kartu identitas diri tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan dan harus kembali ke Banyuwangi.
8 Juli 2011
Akhirnya aku sampai di terminal Gilimanuk pada jam 12 tengah malam atau 01.00 WITA karena waktu di Bali lebih cepat 1 jam. Jarak terminal Gilimanuk dari pelabuhan Cuma 300an mtr. Di situ sudah ada bis yang standby untuk mengantar penumpang ke Denpasar. Aku tak langsung naik bis tapi mencoba untuk istirahat sebentar dengan merebahkan diri di bangku terminal. Karena waktu masih awal maka terminal keliatan sepi sekali hanya ada 1 kios minuman yang buka. Setelah merasa cukup segar akhirnya jam 02.00 WITA aku memutuskan untuk berangkat. Dengan membayar RP. 25.000,- bis berangkat menuju terminal Ubung Denpasar.
Jalanan yang naik turun serta berkelok-kelok membuatku mengantuk. Sambil terkantuk2 aku menyaksikan pemandangan di keremangan pagi. Bangunan2 menyerupai pura mulai tampak. Karena waktu bertepatan dengan perayaan Galungan yang berlangsung tgl 6 kemarin maka di sepanjang tepi jalan tepatnya di depan rumah2 penduduk terpasang penjor berderet2 yang menambah kentalnya suasana Bali.
Fajar mulai merekah ketika bis mulai memasuki kota Denpasar. Bis akhirnya sampai di terminal Ubung pada pukul 05.30 WITA. Aku segera menelpon adikku si Ndut agar menjemputku di terminal. Kebetulan kantor adikku yang juga merangkap tempat tinggal lokasinya tak jauh dari terminal. Waktu aku telpon adikku rupanya masih tidur karena perkiraannya kedatanganku paling cepat jam 8 pagi. Sambil menunggu adikku datang aku menghitung biaya perjalanan Jogja-Denpasar.
Perinciannya adalah sbb:
KA. Sri Tanjung Lempuyangan - Banyuwangi Rp. 35.000,-
Tiket Ferry Ketapang – Gilimanuk Rp. 6.000,-
Bus Gilimanuk – Denpasar Rp. 25.000,-
Jadi total biaya perjalanan adalah Rp. 66.000,- (di luar biaya konsumsi dll)
Tak terasa rupanya gerimis kecil turun walau Cuma sebentar. Tak lama kemudian si Ndut datang juga. Kemudian aku dibonceng menuju kantornya. Tiba di kantornya aku langsung disambut gonggongan 2 anjing penjaga rumah yaitu si wowo dan wewe. Setelah berkenalan sejenak dengan mereka berdua agar tidak menggonggong lagi aku kemudian bertemu dengan rekan2 kerja Ndut yang lagi nonton siaran langsung bola Copa America. Setelah berkenalan aku pun istirahat tiduran di kamar adikku.
Tidak membuang2 waktu sehabis mandi adikku mengajak aku jalan2 ke Sanur. Berboncengan motor kami pun menuju pantai Sanur dan berjalan2. abis dari Sanur kami menuju Pulau Serangan yaitu ke rumah Wiwin teman adikku yang kebetulan akan merid pada hari minggu nanti (kebetulan aku juga diundang hehehe…). Sampai di sana rumahnya kosong, waktu ditelpon katanya sedang belanja. Akhirnya kami putuskan untuk jalan2 dulu di pantai Serangan. Sampai di pantai kami menuju warung langganan adikku. Setelah memesan minuman dan makanan kecil kami istirahat baring2 di bangku warung sambil melihat para bule main surfing. Pulangnya kami mampir ke rumah Wiwin dan bertemu dengan Per Pedersen (calon suami Wiwin). Kami ngobrol2 sejenak kemudian pulang untuk beristirahat.
9 Juli 2011
Jadwal hari ini aku pergi dengan si Ndut ke Art Centre untuk liat2 pameran PKB (Pekan Kesenian Bali). Pulangnya udah sore mandi dan istirahat sejenak. Malamnya (kebetulan malming) Aku dan kawan2 Ndut pergi ke rumah Wiwin. Tiba di rumah Wiwin orangnya gak ada katanya sedang belanja. Di teras rumahnya Cuma ada Kurt? (ah lupa namanya) bule Amerika yang juga seorang sailor teman Per. Kami semua kemudian berkenalan. Kurt cerita ttg perjalanannya seorang diri mengarungi samudra dengan kapal layarnya. Dia datang langsung dari Amerika ke Bali. Kapal adalah rumahnya dan lautan halamannya, kerjanya Cuma muter2 keliling dunia. Sebentar kemudian Herman, bule tetangga sebelah datang bergabung. Tak lama kemudian Per juga datang disusul Wiwin. Abis ngobrol sana-sini ditemani bir bintang dan coklat rasa cabe (bawaan Kurt rasanya gk pedes2 amat maklum bikinan bule) satu2 mulai pamit. Pertama Herman lalu disusul Kurt. Kurt nunjukin rumahnya yang berlampu hijau dan yang ditunjuk sebagai ‘rumah’ tentunya adalah kapal yang sedang buang sauh di tengah perairan pulau Serangan berdekatan dgn kapal si Per. Tak lama kamipun juga pamitan pulang. Perjalanan pulang karena lapar akhirnya mampir makan di Sushi Tei. Sampe di rumah udah hampir tengah malam. Kami pun istirahat untuk persiapan esok menghadiri pernikahan Wiwin dan Per di Jimbaran Bay.
10 Juli 2011
Minggu pagi bikin spring roll pesenan Wiwin buat welcome snack juga sambil bungkusin rosella sweet (manisan rosela). Sebentar kemudian teman Ndut ngajak aku ke Ubud buat nganterin temannya. Lumayan sempet juga liat2 suasana Ubud. Pulangnya udah sore dan siap rame2 berangkat ke kondangan. Pada jam 16.00 WITA kami pun berangkat menuju Jimbaran atau tepatnya di restoran Aroma Bumbu Bali. Masing2 memakai batik ungu karena dress codenya emang ungu (padahal pengantinnya suka warna ijo hehehe). Angin pantai pun menyambut kedatangan kami berlima dalam suasana mendekati sunset. Yah tema pernikahannya aja ‘Purple Sunset Party’. Kami kemudian memilih meja di ujung dekat pantai.
Pesta berlangsung meriah dengan selingan lagu2 dari pengantin perempuan (lha ternyata Wiwin jago nyanyi). Karena tamu mayoritas bule maka lagu2nya pun banyak lagu barat. Ada kejutan menarik ketika salah seorang tamu unjuk kebolehan ngedrum (ternyata di Holland dia seorang drummer).
Hari semakin malam dan suasana semakin ‘panas’ ketika hadirin disuguhi musik2 rancak. Para tamu tua muda pun turun berjoget sama2 di hamparan pasir pantai Jimbaran. Mulai dari lagu2 barat sampai latin dan dangdut. Suasana makin heboh ketika lagu Waka-Waka kemudian disambung dengan Keong Racun dan Cinta Satu Malam. Bule2 yang gak tau artinya tetap semangat bergoyang karena musiknya memang heboh. Apalagi dari awal salah seorang teman Ndut udah berjoget dengan gaya khas penonton dangdut Indonesia hehehe. Sesekali dia memperagakan goyangnya Uut Permatasari yang ditiru oleh seorang wanita bule. Aku dan Ndut pun gak ketinggalan ikutan berjoget sampai di penghujung acara. Acara pun berakhir pada pukul 22.00 WITA.
11 Juli 2011
Kami berangkat menuju pantai Kuta sudah agak siang karena kami berharap agar tidak terlalu lama untuk menunggu sunset. Pantai Kuta terletak di sebelah selatan Denpasar. Sebelum ke Kuta kami menuju Seminyak terlebih dahulu kemudian Legian baru menuju Kuta. Pantai Seminyak terletak di sebelah utara pantai Kuta dan bersebelahan dengan pantai Legian. Atmosfernya hampir sama dengan Kuta, bedanya karena lokasinya agak jauh dari pusat keramaian Kuta, pengunjung pantai Legian dan Seminyak tidak sebanyak pantai Kuta dan pantai ini juga didominasi oleh turis mancanegara. Mungkin karena suasana yang tenang sehingga para turis tsb lebih suka menghabiskan waktunya disini sambil berjemur di tepi pantai.
Di pinggir pantai seminyak ada tempat Bungy Jumping. Ini adalah wahana wisata untuk memacu adrenalin, yakni meloncat bebas dari menara setinggi 45 meter. Tak ada pengaman saat kamu meloncat kecuali seutas tali khusus yang diikatkan pada pergelangan kakimu. Saat ini, hanya tinggal satu wahana Bungy Jumping beroperasi di Bali, yakni AJ Hawckett yang terletak di pinggir pantai Seminyak, persis di sebelah Club Double Six. Dari pantai Seminyak, Legian, Kuta kita bisa mencapainya dengan berjalan kaki
Pantai Kuta didominasi oleh wisatawan domestik sementara wisatawan mancanegara banyak berkumpul di bar2 di sepanjang jalan Pantai Kuta. Aku habiskan waktu duduk di pasir pantai sambil menunggu sunset. Memang pantai ini terkenal dengan sunsetnya bersaing dengan Pantai Sanur. Setelah puas menikmati kamipun pulang dan mampir pusat oleh2 Bali yaitu Khrisna dan Erlangga 2. Nyampe di rumah udah malam kemudian langsung istirahat tidur.
to be continued…..
0 comments:
Post a Comment