Wednesday, September 19, 2012

Recreational Fishing or Sport Fishing



Recreational fishing, also called sport fishing, fishing for pleasure or competition. It can be contrasted with commercial fishing, which is fishing for profit, or subsistence fishing, which is fishing for survival.
The most common form of recreational fishing is done with a rod, reel, line, hooks and any one of a wide range of baits. Other devices, commonly referred to as terminal tackle, are also used to affect or complement the presentation of the bait to the targeted fish. Some examples of terminal tackle include weights, floats, and swivels. Lures are frequently used in place of bait. Some hobbyists make handmade tackle themselves, including plastic lures and artificial flies. The practice of catching or attempting to catch fish with a hook is known as angling.

Big-game fishing is conducted from boats to catch large open-water species such as tuna, sharks and marlin. Noodling and trout tickling are also recreational activities. One method of growing popularity is kayak fishing. Kayaks are stealthy and allow anglers to reach areas not fishable from land or by conventional boat. In addition, fishing from kayaks is regarded by some as an effort to level the playing field, to a degree, with their quarry and/or to challenge their angling abilities further by bringing an additional level of complexity to their sport. Historically, sport fishing has attracted greater interest among males. Women and girls represent barely 10% of the angling community, yet those who do enter the sport are often extremely successful, and at the highest levels of competitive angling, their results are comparable to those of their male counterparts.

Source : Recreational fishing

Friday, September 14, 2012

Being Green



Checking out at the store, the young cashier suggested to the older woman, that she should bring her own grocery bags because plastic bags weren't good for the environment.

The woman apologized and explained, "We didn't have this green thing back in my earlier days."

The young clerk responded, "That's our problem today. Your generation did not care enough to save our environment or future generations."

She was right -- our generation didn't have the green thing in its day.

Back then, we returned milk bottles, soda bottles and beer bottles to the store. The store sent them back to the plant to be washed and sterilized and refilled, so it could use the same bottles over and over. So they really were truly recycled.

But we didn't have the green thing back in our day.

Grocery stores bagged our groceries in brown paper bags, that we reused for numerous things, most memorable besides household garbage bags, was the use of brown paper bags as book covers for our schoolbooks. This was to ensure that public property, (the books provided for our use by the school) was not defaced by our scribblings. Then we were able to personalize our books on the brown paper bags.

But too bad we didn't do the green thing back then.

We walked up stairs, because we didn't have an escalator in every store and office building. We walked to the grocery store and didn't climb into a 300-horsepower machine every time we had to go two blocks.

But she was right. We didn't have the green thing in our day.

Back then, we washed the baby's diapers because we didn't have the throwaway kind. We dried clothes on a line, not in an energy-gobbling machine burning up 220 volts -- wind and solar power really did dry our clothes back in our early days. Kids got hand-me-down clothes from their brothers or sisters, not always brand-new clothing.

But that young lady is right; we didn't have the green thing back in our day.

Back then, we had one TV, or radio, in the house -- not a TV in every room. And the TV had a small screen the size of a handkerchief (remember them?), not a screen the size of the state of Montana. In the kitchen, we blended and stirred by hand because we didn't have electric machines to do everything for us. When we packaged a fragile item to send in the mail, we used wadded up old newspapers to cushion it, not Styrofoam or plastic bubble wrap. Back then, we didn't fire up an engine and burn gasoline just to cut the lawn. We used a push mower that ran on human power. We exercised by working so we didn't need to go to a health club to run on treadmills that operate on electricity.

But she's right; we didn't have the green thing back then.

We drank from a fountain when we were thirsty instead of using a cup or a plastic bottle every time we had a drink of water. We refilled writing pens with ink instead of buying a new pen, and we replaced the razor blades in a razor instead of throwing away the whole razor just because the blade got dull.

But we didn't have the green thing back then.

Back then, people took the streetcar or a bus and kids rode their bikes to school or walked instead of turning their moms into a 24-hour taxi service. We had one electrical outlet in a room, not an entire bank of sockets to power a dozen appliances. And we didn't need a computerized gadget to receive a signal beamed from satellites 23,000 miles out in space in order to find the nearest burger joint.

But isn't it sad the current generation laments how wasteful we old folks were just because we didn't have the green thing back then?

Please forward this on to another selfish old person who needs a lesson in conservation from a smart-ass young person.

We don't like being old in the first place, so it doesn't take much to piss us off.

Source:  Grandma Raised In The South

Thursday, August 23, 2012

Cave Tubing Kalisuci

Kalisuci merupakan tempat lain di Gunung Kidul selain Goa Pindul di desa Bejiharjo yang menyajikan wisata cave tubing. Letaknya di desa Pacarejo, Semanu. Berbeda dengan Goa Pindul, cave tubing Kalisuci lebih terasa memacu adrenalin karena sungainya yang lebih sempit dan berliku-liku dengan jeram yang lumayan deras di beberapa tempat. Lokasi cave tubing Kalisuci dari arah Kota Wonosari kita terus ke timur kea rah Semanu. Setelah melewati gardu listrik kita akan melihat pertigaan kearah Pacarejo dan berbelok ke selatan terus sampai ke perempatan dekat Telaga Jonge. Kemudian kita belok kearah timur kira-kira 2 km samapi nanti ada plang yang menunjuukan arah Kalisuci. Dari plang penunjuk jalan tsb kita sudah bisa melihat lokasi parkiran motor.

Setelah mendaftar di sekretariat dan mendapatkan urutan kita akan dipandu berjalan kaki sambil menenteng ban pelampung menuju lokasi pertama. Jalan menuju lokasi lumayan curam dengan turunan berupa anak tangga. Dari ketinggian tebing kita bisa melihat aliran sungai yang berkelok-kelok dengan air yang biru kehijauan terlihat kontras dengan warna coklat tanah, tebing karst, serta daun-daun yang meranggas sehingga menciptakan harmoni lukisan alam yang mempesona.


Setelah berjalan sekitar 10 mnt kita akan sampai di lokasi start. Sambil menunggu kita diarahkan pemandu untuk melakukan lompatan bebas dari tebing ke air. Hanya ada 2 orang dari rombongan kami yang melakukan lompatan bebas tsb. Yang lain cm menonton sambil mengabadikan lwt kamera HP maupun digicam.



Setelah puas main lompat2an kita langsung menuju lokasi start dan mulai menelusuri goa dengan menaiki ban pelampung. Setelah semua duduk di atas ban pelampung, pengarungan sungai pun dimulai. Ban mulai bergerak mengikuti irama aliran air. Ketika tiba di arus yang tenang maka tangan harus difungsikan sebagai kayuh supaya dapat terus melaju, sedangkan saat memasuki jeram ban akan melaju dengan cepat serta berputar-putar mengikuti arus. Di beberapa lokasi yang penuh dengan bebatuan maupun jeram yang ekstrim dan sulit dilewati, pemandu akan membantu kami menarik ataupun mengarahkan ban tsb.



Selama perjalanan pemandu memberikan keterangan atau gambaran tentang batu2an goa. Perjalanan melewati goa kemudian keluar untuk bebrapa saat melewati jeram2 kecil kemudian kembali memasuki goa berikutnya. Sinar matahari menghilang dan berganti dengan suasana remang2 bahkan gelap, satu-satunya pencahayaan hanya berasal dari headlamp pemandu dan dari salah satu anggota rombongan kami Stalaktit yang terlihat di atap gua terus meneteskan air, beberapa diantaranya merupakan batu kristal. Menurut sang pemandu stalaktit di Kalisuci ini semua masih hidup.




Selama perjalanan pemandu memberikan keterangan atau gambaran tentang batu2an goa. Perjalanan melewati goa kemudian keluar untuk bebrapa saat melewati jeram2 kecil kemudian kembali memasuki goa berikutnya. Sinar matahari menghilang dan berganti dengan suasana remang2 bahkan gelap, satu-satunya pencahayaan hanya berasal dari headlamp pemandu dan dari salah satu anggota rombongan kami Stalaktit yang terlihat di atap gua terus meneteskan air, beberapa diantaranya merupakan batu kristal. Menurut sang pemandu stalaktit di Kalisuci ini semua masih hidup.

Setelah melalui perjalanan kurang lebih 45-an menit akhirnya kami tiba di akhir penelusuran sungai. Setelah istirahat sejenak sambil mengabadikan beberapa momen kami lanjutkan untuk nmenaiki tebing melalui anak tangga darurat dengan dibantu seutas tali tambang. Jarak dari dasar sungai sampai ke atas tebing sekitar 60 m. sungguh benar2 perjalanan yang menguras tenaga sehingga beberapa kali terpaksa istirahat untuk ambil nafas. Sesampainya di atas kami lanjutkan istirahat sambil menunggu mobil jemputan untuk menuju sekretariat.

Sesampai di sekretariat setelah membereskan alat dan membersihkan badan kami disuguhi semangkok bakso dan segelas teh manis hangat. Sungguh nikmat setelah kurang lebih 1,5 jam bertualang di air dan mendaki tebing.

Tarif paket : 65.000,-/orang
Fasilitas: - perlengkapan cave tubing (jaket pelampung, ban pelampung,
                safety helmet)
              - jasa pemandu
              - 1x makan/minum

Saturday, June 2, 2012

Pantai Pok Tunggal, Pantai Sepi yang Indah


Pantai pok Tunggal terletak di kabupaten Gunung Kidul, tepatnya berada sekitar 2 km sebelah timur Pantai Indrayanti. Garis pantainya landai dan berpasir putih memanjang sangat memanjakan pandangan mata. Di belakangnya tampak dinding bukit yang memanjang sampai ke timur. Pantai ini masih cukup sepi dan kelihatan bersih, mungkin karena masih belum banyak yang mengetahuinya. Pantai Pok Tunggal ini kelihatannya memang baru mulai dikembangkan menjadi obyek wisata oleh warga sekitar. Terlihat mulai dibangunnya sarana dan prasarana seperti kamar mandi, warung2 makanan, penitipan kendaraan dll.

Untuk mencapai pantai ini sebenarnyatidak terlalu sulit. Setelah sampai di Pantai Indrayanti, kita bisa mengambil jalan terus ke timur sekitar 2 km kemudian di arah kanan jalan kita akan melihat sebuah plang kecil yang menunjukkan lokasi Pantai POk Tunggal. Jalan masuk menuju pantai sekitar 1 km berupa jalan yang sudah dicor semen dan beberapa bagian masih berupa bebatuan keras.



Begitu sampai di pantai ini kita akan terpesona melihat hanparan pasir putih dengan sebuah pohon indah di tepi jalan. Jika air laut masih pasang maka yang Nampak hanyalah hamparan pasir putih yang memanjang tapi jika air mulai surut maka akan Nampak bebatuan karang dan rumput laut. Jika air laut surut agak jauh maka kita akan bisa berjalan2 ke arah timur melewati celah2 batu di bukit dan mengunjungi pantai2 sunyi di sebelah timur pantai Pok Tunggal. Kata ibu penjual di warung makanan kalau kita berjalan terus ke arah timur sekitar 1 jam maka kita akan menjumpai air terjun yang berair tawar. Kami sudah mencoba berjalan kea rah sana sekitar 1 jam-an tetapi belum juga menjumpai air terjun tsb dank arena kami sudah lelah maka kami putuskan unuk jalan kembali ke pantai Pok Tunggal.



Jika anda menyukai pantai dengan suasana sunyi dan bersih maka pantai ini bisa menjadi pilihan.







Monday, April 9, 2012

Peta Wisata D.I. Jogjakarta




Kota Jogjakarta
 
 
 

 Kab. Sleman

 Kab. Gunung Kidul
 
 
Kab. Kulon Progo


Wednesday, April 4, 2012

Kaos National Geographic Traveler Indonesia (unofficial)

Bagi yang suka traveling dan pengen memiliki kaos National Geographic Traveler Indonesia silahkan pesan



Harga: Rp 65.000,-
Bahan Cotton  Combed 20's dengan sablon Rubber
Warna: Hitam, Biru Turkish Tua
Ukuran:
M : panjang 63 lebar 41
L : panjang 69 lebar 50

Format pemesanan via sms (0816 499 1722)

Nama Pemesan/noHP/Alamat lengkap/Kode Kaos/Ukuran
Cth: Joko Sudarman/08164991722/Jl. Gedong Kuning No.111 Yogyakarta 55171/NG Traveler Hitam/L

Oya River Tubing

     Oya River Tubing juga merupakan bagian dari paket wisata di Desa Wisata Bejiharjo selain Cave Tubing Gua Pindul dan Caving Gua Gelatik.

      Panjang sungai sekitar 1500m dengan jarak tempuh antara 1 – 1,5 jam. Di sepanjang aliran sungai terdapat tebing-tebing yang indah dan alami khas batuan karst Gunung Kidul. Ada air terjun yang bilamana debit airnya besar maka akan mengalir deras. Jika berkenan kita akan dipandu untuk merasakan derasnya air terjun dengan berada tepat di bawahnya. Bagi yang mempunyai keberanian juga dipersilahkan untuk melompat dari tebing di samping air terjun.

 
Paket Wisata River Tubing Sungai Oya
1. Jasa Pemandu
2.  Perlengkapan (ban pelampung, jaket pelampung dan sepatu karet)
3. Asuransi
      4. Biaya Rp. 50.000/orang


Tuesday, April 3, 2012

Cave Tubing Gua Pindul

     Cave Tubing Gua Pindul adalah merupakan wisata minat khusus. Lokasi cave tubing Gua Pindul terletak di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Jogjakarta. Cave tubing di Gua Pindul ini merupakan wisata penelusuran gua dengan menggunakan ban pelampung untuk menyusuri gua. Gua ini seperti rongga di bawah bukit yang di bawahnya dialiri air sungai sehingga kita harus menggunakan ban pelampung untuk menyusurinya.
     Gua ini memiliki panjang sekitar 350 meter dengan lebar bervariasi antara 2-5 meter. Jarak permukaan air dengan atap gua pada waktu air normal (bukan musim hujan) sekitar 4 meter.dengan kedalaman air antara 1 meter hingga 10 meter.
  
     Di dalam gua terdapat stalaktit, stalagmit, kristal, serta lubang besar menganga di atap gua bagian ujung pintu keluar gua. Sinar matahari yang masuk melalui lubang tersebut membuat sebuah pemandangan yang indah. Sebenarnya ada juga satu lubang di dekat pintu masuk tetapi di atasnya ada bangunan sarang burung walet. Banyak sekali kelelawar yang menggantung di langit-langit gua ini. Di atap gua terdapat banyak bekas air seni kelelawar yang berupa bercak-bercak kecoklatan. Di tengah penyusuran kita akan menemukan sebuah stalaktit yang sudah menyatu dengan stalagmit sehingga nampak seperti sebuah pilar besar. Butuh rentangan tangan 5 orang untuk melingkarinya dan menurut beberapa orang stalaktit tersebut mempunyai peringkat no-4 di dunia. Selain itu juga terdapat beberapa stalaktit yang masih aktif yang tetesan airnya konon bisa membuat orang awet muda.

     Ada 3 zona dalam gua ini, yaitu zona terang, zona setengah gelap, dan zona gelap total. Di dalam zona gelap total ini lah nanti sang pemandu menghentikan sejenak penyusuran untuk melakukan doa bersama. Waktu tempuh penyusuran sendiri sekitar 40 menit. Di ujung pintu keluar gua pengunjung dapat naik ke atas bukit kemudian melompat terjun bebas ke dalam air.

Paket Cave Tubing Gua Pindul
1. Jasa pemandu
2. Perlengkapan (ban pelampung, jaket pelampung dan sepatu)  
3.  Asuransi
4. Biaya Rp. 30.000/orang

Museum Kars Indonesia

   Pada mulanya setiap perjalananku dari Wonosari-Wonogiri pp ketika melewati Pracimantoro, di tepi jalan akan terlihat plang yang bertulisan Museum Kars Indonesia. Pada mulanya aku tidak terlalu perhatian tapi lama2 penasaran juga. Pada suatu kesempatan ketika aku mengunjungi sahabatku di Wonogiri aku mengajaknya mengunjungi museum tersebut untuk memenuhi rasa penasaranku. Berangkat dari rumah Van Toro di Wuryantoro kami ke timur melewati Eromoko setelah sampai di pertigaan Pracimantoro kami belok kanan kearah selatan. Beberapa saat kemudian terlihat penunjuk jalan menuju museum tersebut.

  
  Museum Kars Indonesia terletak di Desa Gebangharjo Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri yaitu 45 km di selatan kota Wonogiri. Tak banyak orang tau bahwa sejak tahun 2007 wonogiri memiliki museum ini. 
   Dari arah pintu masuk sudah terlihat bentuk bangunan museum. Setelah membayar retribusi Rp. 3000/orang kamipun masuk menuju halaman museum. Menurut petunjuk beberapa orang yang kami temui di sekitar pegunungan ini banyak terdapat banyak gua yang unik dan menakjubkan. Kamipun penasaran untuk melihat gua-gua tersebut. Di antaranya. Gua Tembus, Gua Mrica, Gua Sodong, Gua Potro, Gua Sapen, Gua Gilap, dan Gua Sonya Ruri. Berdasarkan penelitian para ahli sejarah dan geologi, kawasan gua-gua di Pracimantoro Wonogiri layak dijadikan sebagai situs Kawasan Karst yang unik di Indonesia.

   
  Kawasan karst di Pracimantoro dinilai terbaik oleh para ahli sejarah dan geologi karena telah memenuhi kriteria keberagaman gua-gua, struktur lapisan tanah, dan panorama alam yang khas. Kawasan karst di wilayah ini dinilai lebih baik daripada kawasan karst yang ada di Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Gunung Kidul.

  
  Keberadaan museum karst di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri dinilai merupakan museum terbesar dan terunik di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Di Indonesia saat ini telah ada tiga museum karst, namun di Wonogiri yang menggambarkan keseluruhan kondisi di Indonesia.
   Selepas melihat gua-gua tersebut kami kembali menuju ke museum. Tapi sebelum masuk di sebelah timur museum kami melihat ada semacam candi yang ternyata adalah sebuha pura. Kamipun segera menuju kesana menapaki anak tangga menuju ke atas bukit. Sampai di atas kami temui beberapa bangunan pura kecil yang mirip sekali dengan pura-pura di Bali. Dan menurut tulisan yang tertera di pura tersebut memang berasal dari Bali jadi mungkin memang sumbangan dari masyarakat adat di Bali. 



   Setelah puas menikmati pemandangan di atas kami turun kembali dan menuju ke bangunan museum. Di dalam museum terdapat beberapa foto dan diorama yang menggambarkan geografi pegunungan karst di Indonesia. Juga terdapat catatan2 sejarah kars tersebut dari kehidupan jaman dulu sampai sekarang. Jadi ada juga beberapa patung yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Sayang kami hanya bisa menikmati museum di lantai bawah saja karena di lantai atas sedang ada renovasi. Puas berkeliling kami pun pulang. Dan tujuan berikutnya adalah ke Gua Pindul di desa Bejiharjo Gunung Kidul.