Friday, August 12, 2011

Jalan2 ke Negri Jiran

Kuching adalah ibukota Negara bagian Sarawak, Malaysia. Sarawak berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat sehingga kita bisa mencapainya melalui jalan darat. Selain menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil kita juga bias menggunakan angkutan umum seperti bus antar Negara. Ada beberapa bus dengan operator Indonesia seperti Damri, SJS, ATS ada juga bus dengan operator Malaysia seperti EVA, Kirata Express, Tebakang, dll. Saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan ke Kuching dengan bus yang berbeda-beda. Terakhir saya melakukan perjalanan ke sana pada bulan Desember 2010 dengan harga tiket Pontianak-Kuching Rp. 165.000,- dan untk Kuching-Pontianak RM55. Perjalanan ditempuh selama kurang lebih 12 jam. Berangkat dari Pontianak yaitu dari masing-masing pool bus ( di Pontianak belum ada terminal bus antar Negara) pada pukul 21.00 WIB. Selama perjalanan bus berhenti sekali untuk memberi kesempatan penumpang makan dan buang atau air sebelum berhenti lagi di perbatasan atau pos lintas batas Entikong-Tebedu pada pukul 05.00 WIB. Penumpang semua turun untuk melakukan pengecapan paspor di pos imigrasi Entikong. Antrian agak panjang karena menunggu pintu gerbang kantor imigrasi yang baru akan dibuka pada pukul 06.00 WIB.
                Setelah paspor diberi cap kita harus berjalan kaki sebentar menuju pos imigrasi Tebedu Malaysia. Jika di pos imigrasi Entikong kita hanya akan menemui 2 loket imigrasi maka di Entikong kita akan menemui sekitar 4 loket dan itu sangat berguna untuk mengurangi antrian panjang dan semua loket sudah computerized. Sedangkan di Entikong belom lama ini baru diberlakukan komputerisasi itupun belum berjalan lancar. Ijin kunjungan biasanya berlaku untuk 30 hari. Setelah melakukan pengecapan paspor di Tebedu kita akan naik bus lagi dan melanjutkan perjalanan.
                Begitu memasuki wilayah Malaysia kita akan merasakan perbedaan yang begitu mencolok terutama mengenai kualitas jalan rayanya. Jika dari Pontianak-Entikong kita terbiasa dengan jalanan yang sempit dan banyak lubang (dari sejak saya pertama kali melakukan perjalanan ke Kuching pada tahun 2003 sampai terakhir tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang berarti) maka perjalanan antara Tebedu-Kuching sejauh ± 200km adalah melalui jalan yang mulus dan makin kearah kota makin lebar seperti jalan tol.
                Bus memasuki terminal Kuching antara pukul 10.00-11.00 waktu Kuching (1 jam lebih cepat dari WIB). Untuk mencapai pusat kota Kuching dari terminal kita bias naik taxi dengan ongkos sekitar RM20. Banyak pilihan untuk menginap di Kuching dari hotel berbintang sampai hotel melati yang tersebar di seluruh kota dengan tarif beragam.
Tempat favorit di Kuching adalah water front yang terletak di tepi sungai Sarawak yang membelah kota Kuching. Selain tempatnya yang teduh juga nyaman karena kebersihan terjaga. Di sepanjang water front terdapat beberapa kedai makanan dan minuman. Tampak sekali pemerintah setempat memperhatikan fasilitas umum, selain menyediakan bangku-bangku untuk istirahat atau sekedar bersantai juga taman-taman yang tertata rapi dan terpelihara. Ada beberapa tempat wisata di Kuching namun yang sempat saya kunjungi hanya beberapa museum yang ada di pusat kota. Sedangkan tempat makan saya yang favorit kalau siang adalah di foodcourt Tun Jugah dan kalau malam di Top Spot Taman Kereta. Harganyapun tidak terlalu mahal dan sesuai selera.


Biasanya orang-orang Pontianak melakukan kunjungan ke Kuching selama 2-3 hari di akhir pekan dan akan lebih ramai kalau pas ada hari libur nasional pada hari kamis/jumat sehingga weekend lebih panjang waktunya. Selain itu Kuching juga menjadi tempat transit bagi yang akan melakukan perjalanan ke tempat seperti Kuala Lumpur dan tempat lainnya.
O ya bagi yang Cuma berkunjung selama 2-3 hari maka tiket pulang ke Pontianak biasanya sudah dibeli pada waktu kita sampai di terminal Kuching pada hari kita pergi agar tidak kehabisan tiket karena busnya terbatas. Biasanya dari masing-masing PO hanya memberangkatkan 1-2 bus setiap harinya. Bus dari Kuching-Pontianak berangkatnya bervariasi mulai jam 07.00, 11.00 dan 13.00 waktu setempat. Bus terakhir masuk Tebedu sekitar jam 15.00.
Ada sedikit catatan ketika kita berjalan kaki dari pos imigrasi Tebedu menuju pos Entikong yaitu banyaknya ‘money changer’ jalanan yang menawarkan penukaran uang Ringgit-Rupiah. Pada mulanya kita akan merasa risih atau terganggu tapi lambat laun akan terbiasa juga. Bus akan sampai di Pontianak sekitar jam 21.00 WIB dan berhenti di pool masing-masing.

Thursday, August 11, 2011

Backpacking to Bali 4


20 Juli 2011
   Hari pertama di Denpasar sekembali dari Karangasem aku Cuma mutar2 kota dan berbelanja untuk keperluan sehari-hari. Besok aku dan adikku berencana untuk pergi ke Kuta.
21 Juli 2011
  Rencana hari ini adalah pergi ke Pura Tanah Lot. Berbekal map kamipun berangkat, dengan mengikuti penunjuk jalan akhirnya kamipun sampai juga. Suasana di pantai agak rame.  Tanah Lot adalah sebuah pura yang terdapat di tengah laut. Keunikan Pura Tanah Lot ialah tempatnya yang terletak di tengah laut kira-kira 300 meter dari bibir pantai, terdapat juga batu karang yang di tengahnya terdapat gua besar, tetapi pada musim kemarau air surut sehingga kita dapat mencapainya dengan berjalan kaki.

 
    Di sebelah utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang terletak di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan yang melengkung. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan dan merupakan pura laut tempat pemujaan dewa penjaga laut.
   Di bawah dan di sebelah barat terdapat sumber air tawar yang merupakan air suci bagi Umat Hindu. Apabila turun ke pantai antara Pura Tanah Lot dengan tebing, maka pada bulan tertentu akan menyaksikan matahari terbenam dimana bola matahari yang berwarna merah akan tepat berada di lobang tebing, seperti mata yang lelah memandang dunia. Sayangnya pemandangan ini hanya dapat disaksikan pada bulan-bulan tertentu yaitu saat matahari tenggelam condong ke utara.

24 Juli 2011
   Akhirnya tiba waktunya untuk pulang dan memulai backpacking lagi. Barang2 siap dipacking setelah sebelumnya belanja di supermarket untuk membeli makanan dan minuman untuk bekal di perjalanan. Aku berangkat menuju terminal Ubung diantar oleh adikku tapi sebelum sampai terminal aku putuskan untuk menunggu bus di pinggir jalan saja. Menurut informasi bus terakhir dari terminal menuju Pelabuhan Gilimanuk adalah jam 6 sore. Aku berusaha mencari bus agak sore agar sampai di Pelabuhan Gilimanuk tengah malam. Jarak tempuhnya sekitar 4-5 jam. Sampai di pelabuhan waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam kemudian aku langsung menyeberang dengan ferry ke Pelabuhan Ketapang Banyuwangi.
   Sesampainya Banyuwangi aku segera mencari warung untuk mengisi perut. Karena kereta api dari Banyuwangi menuju Jogjakarta adalah besok pagi jam 6 maka aku kemudian mencari tempat untuk istirahat. Sambil jalan kaki menuju stasiun kereta . Di jalan menuju stasiun aku menemukan sebuah bangku di depan kantor sebuah travel. Aku putuskan untuk istirahat di tempat tersebut. Ada beberapa orang juga istirahat disitu. Akhirnya aku merebahkan diri di bangku sambil tidur2 ayam. Rupanya ada beberapa orang juga yang bertujuan sama denganku. Beberapa orang dalam kelompok backpacker juga baru turun dari ferry dan mereka langsung menuju ke stasiun. Setelah cukup istirahat sambil tiduran aku putuskan untuk menuju stasiun. Jam menunjukkan pukul 4 pagi. Rupanya di sana sudah banyak orang berkumpul dalam kelompok2 kecil. Rata2 mereka juga baru pulang dari Bali dan kebanyakan adalah anak2 muda yang juga backpackeran seperti aku. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya ada pengumuman bahwa loket sudah dibuka. Akupun segera bergabung dengan para calon penumpang lain untuk mengantri tiket. Setelah mendapatkan tiket aku segera menuju ke salah satu gerbong untuk bersiap melanjutkan perkalanan panjang menuju Jogja.
   Tepat pukul 6 KA. SriTanjung berangkat menuju Stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Suasana di gerbong masih sepi bahkan beberapa gerbong dalam keadaan kosong. Dalam perjalanan dan singgah di beberapa stasiun mulai banyak penumpang yang naik. Puncaknya ketika sampai di Stasiun Gubeng Surabaya penumpang sudah penuh. Seperti biasa kereta rehat sejenak untuk mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan perjalanan lagi.
 Kereta memasuki Jogjakarta ketika waktu menunjukkan jam 9 malam. Kereta berhenti di tujuan terakhir yaitu Stasiun Lempuyangan tepat pada jam 21.30 WIB. Turun dari kereta aku bergegas mencari ojek untuk pulang. Setelah tawar menawar (sebenarnya sekali tawar 10rb langsung OK)  kemudian ojek mengantar aku pulang. 

Perhitungan biaya pulang Denpasar-Jogjakarta
Perinciannya adalah sbb:
Bus Denpasar - Gilimanuk                                          Rp. 25.000,-
Tiket Ferry GilimanukKetapang                             Rp.  6.000,-
KA. Sri Tanjung Banyuwangi - Lempuyangan          Rp. 35.000,-
Ojek Lempuyangan – rumah                                       Rp. 10.000,-
Jadi total biaya perjalanan adalah  Rp. 76.000,- (di luar biaya konsumsi dll)

THE END

Sunday, August 7, 2011

Backpacking to Bali 3


16 Juli 2011
   Tujuan kami berikutnya adalah Pura Lempuyang Luhur. Kami berangkat sekitar pukul 10.00 WITA. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam. Sampai di tempat kami disambut oleh 2 orang yang mengaku sebagai guide. Mereka member petunjuk tentang tata cara berkunjung ke Puri Lempuyang Luhur. Kami juga diharuskan memakai kain sesuai adat setempat dengan menyewa 10rb/ kain. Karena belum pernah berkunjung sebelumnya kami putuskan untuk memakai jasa guide. Suasana hari ini agak ramai karena masih dalam suasana perayaan Galungan.
   Bagi umat Hindu maupun Para wisatawan yang hendak Tangkil (datang sembahyang) ke Pura Sad Kahyangan Lempuyang Luhur, satu hal yang layak dipersiapkan adalah ketahanan fisik, dan tentu saja hati yang tulus suci, dan pantangan-pantangan yang patut di patuhi yaitu tak boleh berkata kasar saat perjalanan, orang cuntaka (seperti ada keluarga yang meninggal), wanita haid, menyusuai, anak yang belum tanggal gigi susu sebaiknya jangan dulu masuk pura atau bersembahyang ke pura setempat, membawa atau makan daging babi juga tidak diperbolehkan.
   Pura Lempuyang Luhur adalah salah satu obyek wisata di bali, dan merupakan tempat suci bagi umat Hindu di Bali yang berlokasi di Bali bagian Timur tepatnya di Kabupaten Karangasem. Dengan latar belakang panorama Gunung Agung yang memukau, disamping sebagai tempat suci, Pura Sad Kahyangan Lempuyang Luhur memiliki keunikan tersendiri dengan kemurnian alamnya, terutama kawasan hutan yang menjadi paru-paru Pulau Dewata.
  Untuk mencapai Pura utama Sad Kahyangan Lempuyang Luhur di puncak Gunung Lempuyang/Bukit Bisbis, kita harus menapaki lebih dari 1.700 (seribu tujuh ratus) anak tangga. Dan saat melintasi ruas jalan bersemen (plester PC) maupun tiap anak tangga menuju puncak itulah, kita disuguhi udara sejuk dari hutan yang masih asri, suara-suara satwa dan pemandangan alam Kabupaten Karangasem yang memukau, yang lebih unik, kita hampir tidak merasakan pakaian menjadi basah saat kita masuk atau melintasi gumpalan awan yang lewat di sekitar kita dan ini adalah sebuah kesempatan yang amat langka untuk bisa menikmati panorama Gunung Agung dari Lempuyang.
   Awal perjalanan di mulai dengan kelokan dan tanjakan, tempat wisata yang pertama dapat kita kunjungi adalah Pura Lempuyang Madya termasuk Pura Dang Kahyangan kemudian naik motor lagi menuju ke kaki bukit dan memulai perjalanan dengan jalan kaki menapaki anak tangga menuju puncak. Beberapa kali kami berpapasan dengan pengunjung local yang sedang turun sehabis melakukan sembahyang di atas. Perjalanan ke atas cukup menguras tenaga sehingga beberapa kali kami beristirahat. Makin ke atas kabut makin tebal. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan Gubernur Bali I made Mangku Pastika beserta rombongannya. Rupanya beliau juga habis bersembahyang di atas. Kami sempat mampir di beberapa pura. Setelah berjuang kurang lebih 1,5 jam akhirnya kami sampai juga di atas. Nampak beberapa orang sedang melakukan sembahyang. Kami sempat berbincang2 dengan pemangku adat pura tsb.

    Selain keindahan panorama pegunungan di Puncak Bali ini, Pura Lempuyang Luhur juga masih menyuguhkan keunikan sekaligus misteri yang lain. Sebuah Pelinggih (Stana Dewa) yang bernama Tirta Pingit, terletak diantara rerumpunan bambu yang tumbuh di puncak pada lokasi Pura Lempuyang Luhur. Hanya ada 3 (tiga) rumpun bambu yang tumbuh di tempat itu. Dari rerumpunan bambu itulah Para Pemangku (Orang Suci) Pura Lempuyang Luhur mendapat Tirta (air suci) untuk kemudian diberikan kepada Pemedek (umat yang melakukan upacara persembahyangan) maupun wisatawan yang bersembahyang di tempat itu. Untuk mendapat Tirta tersebut, Pemangku akan memotong sebatang bambu, dari batang bambu yang dipotong itu akan keluar air untuk Tirta. Dan anehnya, rumpun bambu tersebut tidak pernah habis meskipun sering dipotong. Demikian keberadaan Tirta Pingit di Pura Lempuyang Luhur, karena Tirta (air suci) tersebut keluar dari batang pohon bambu yang tempatnya sangat rahasia, maka tirta tersebut dinamakan Tirta Pingit. Kami pun tidak melewatkan kesempatan untuk ikut minum air suci tersebut.
   Setelah istirahat sekitar 30 menit kami pun kemudian turun kembali melewati jalan yang berlainan untuk mampir di beberapa pura lainnya. Sambutan di setiap pura sangat ramah, kami diajak ngobrol para pemangku pura sembari ditawari makan buah2an. Bahkan waktu di Pura Lempuyang Luhur kami sempat makan snack dari rombongan Bapak Gubernur tadi.
   Perjalanan turun tidak memakan waktu lama karena jarang beristirahat. Sampai di bawah suasana sudah agak sepi. Setelah membayar jasa guide 50rb (guide tidak menentukan harga) kami pun pulang ke Kubu.

17 Juli 2011
Beberapa hari berikutnya kami habiskan waktu berkeliling sekitar daerah Kubu sampai kemudian tiba waktunya kembali ke Denpasar.

to be continued…..

 

Backpacking to Bali 2


12 Juli 2011
   Hari ini aku Ndut akan mengunjungi temannya di daerah Kubu, Karangasem. Setelah packing pakaian kami pun berangkat sekitar jam 14.000 WITA. Dengan mengendarai motor Jupiter Z kami berjalan melewati jalur bypass Ida Bagus Mantra. Pemandangan tepi pantai di sepanjang perjalanan membuat tidak cepat bosan. Kami singgah di Candidasa untuk makan siang. Enaknya menikmati sate ayam dengan pemandangan pantai dengan kapal2 ferry yang mau menyeberang ke pulau Lombok via pelabuhan Padang Bay. Ternyata makanan di sini gak mahal. Sate ayam + lontong harganya Cuma Rp. 5.000,-/porsi. Kami meneruskan perjalanan dan persinggahan berikutnya adalah di Amlapura. Makan lagi hehehe....kali ini menunya soto ayam (langganan Ndut dkk). Kemudian persinggahan berikutnya adalah Amed dan Tulamben (spot diving yang terkenal di dunia). Di sepanjang tepi jalan banyak penginapan dan home stay yang menawarkan diving course. Menurut info untuk ambil course sampai mendapat sertifikat bisa sampai $450. Akhirnya kami sampai di Karangasem sekitar jam 18.30 WITA. Tiba di rumah temen Ndut lalu kenalan dan ngobrol2 sejenak kami pun tidur. Si Ndut bilang esok pagi akau akan bangun dengan iringan kicauan burung dengan pemandangan indah. Karena lelah setelah menempuh perjalanan Denpasar-Karangasem 4 jam kami pun terlelap.

13 Juli 2011
   Rencana hari ini adalah mengunjungi teman Ndut yang lain yaitu Made yang tinggal tidak begitu jauh dari tempat kami menginap. Made menunggu villa salah seorang bule yang lokasinya berada di pantai. Tiba di sana kami pun segera pergi menuju pantai dan mandi2 di laut. Sayang sekali pantai itu banyak sekali batunya, jadi yang ada bukan pasir tetapi kerikil dan batu2an. Setelah puas mandi di pantai kamipun ngobrol2 di villa sampai malam lalu pulang.

 
14 Juli 2011
   Aku mencoba pergi sendiri ke Tulamben dan Amed. Desa Tulamben masuk Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Jaraknya sekitar 200 km dari Denpasar, atau 60 km dari ibukota Kabupaten Karangasem. Sebelah timur desa ini adalah selat Lombok, yang jadi tempat menyelam, dan sebelah barat kita bisa melihat Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali.
   Tulamben adalah tempat penyelaman yang sudah sangat terkenal di kalangan penyelam domestik maupun mancanegara. Menurut para penyelam yang membuat Tulamben begitu terkenal adalah kemudahan dan kekayaan biota laut yang ditawarkan oleh situs penyelaman ini. Ditambah dengan bangkai Kapal USS Liberty yang sangat mudah diakses dan menyajikan berbagai mahluk bawah laut mulai dari yang kecil seperti siput laut, kepiting dan udang, ghost pipefish dan pygmy seahorse sampai yang besar seperti hiu, ikan Mola mola, dan lain lain. Tulamben menawarkan situs penyelaman yang sesuai untuk kursus penyelaman, penyelaman santai (fun dive) dan fotografi bawah air. 


   Aku hanya berjalan-jalan di tepian pantai sambil menikmati semilir angin laut. Setelah puas menikmati pantai Tulamben aku melanjutkan perjalanan ke Amed. Obyek wisata Amed memiliki keindahan pantai dengan sunrise-nya, juga kehidupan bawah laut menawarkan tempat yang bagus untuk latihan diving atau menyelam. Disana ada danau di pinggir pantai yang datar yang baik untuk latihan, serta batu karang yang dapat dicapai dengan berenang selama 5 menit. Di sini bagus untuk snorkeling, daerah ini berkembang karena keindahan lautnya.
   Dengan pantai dengan pasir hitam, keadaan air yang sangat jernih, biota laut yang beragam, kehidupan terumbu karang yang terjaga kelestariannya, kehangatan airnya konstan tidak berubah-ubah, maka snorkeling dan diving di sini sangat diminati. Sayang aku tidak punya kesempatan untuk snorkeling di sini karena biarpun alat sudah disediakan oleh teman adikku tetapi berhubung cuaca lagi tidak bersahabat sehingga laut kelihatan keruh. Kata nelayan setempat memang bulan2 ini baru musim angin sehingga banyak pula nelayan yang tidak melaut. Hari menjelang sore ketika aku memutuskan untuk pulang.

15 Juli 2011
   Hari ini aku, ndut dan temannya berencana pergi ke Danau Batur dan Kintamani. Kami sengaja tidak melalui jalan utama melainkan jalan melewati Bukit Abang. Kami bertiga pergi naik 2 motor. Beberapa kali kami harus melewati tanjakan yang menantang, selain karena jalannya yang sempit juga kadang Cuma berupa jalan tanah kalaupun ada jalan yang beraspal itupun kebanyakan sudah rusak. Jalan ini hanya dilewati oleh penduduk setempat dan desa2 sekitarnya.sekitar danau.
   Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam kami sampai di desa dekat Batur. Jalanpun sudah mulai menurun. Tak lama kemudian dari kejauhan nampak kilauan air dari Danau Batur. Sungguh tak disangka dari balik perbukitan yang tandus di musim kering terdapat pemandangan Danau Batur yang sangat indah dari kejauhan. Sebelum menuju danau kami mampir makan di warung kecil di kampung. Setelah itu kami berjalan menuju sebuah pura di tepi Danau Batur. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju sisi lain danau. Tampak di kejauhan di seberang danau yang agak berkabut sebuah perkampungan yaitu Desa adat Trunyan yang terkenal itu. Sesampainya di terminal dekat danau kami istirahat sambil memesan minuman di sebuah warung. Beberapa orang menawarkan diri untuk mengantar kami ke desa Trunyan dengan perahu tapi kami tolak karena memang kami tak bermaksud untuk pergi ke sana.


 

   Setelah istirahat beberapa lama sambil menikmati keindahan danau kamipun melanjutkan perjalanan kembali. Tak lama kemudian kami sudah sampai di Kintamani. Suasana lumayan ramai, banyak wisatawan domestic maupun mancanegara yang sedang menikmati keindahan Danau Batur dan Gunung Batur dari ketinggian di Kintamani. Bagiku inilah sisi lain dari Bali yang menawarkan udara sejuk. Setelah beberapa lama menikmati teriknya matahari Bali akhirnya aku bias menikmati udara yang sangat sejuk. Walaupun cuaca terhitung cerah tapi udaranya tetap sejuk seperti udara di daerah Kaliurang Jogjakarta. Puas menikmati pemandangan dan sejuknya udara Kintamani kamipun pulang melalui jalan yang berbeda yaitu jalan yang bias dilewati para wisatawan jika ingin berkunjung ke Kintamani dan Danau Batur.

to be continued….

Saturday, August 6, 2011

Backpacking to Bali 1

7 Juli 2011
    Pagi2 jam 6.30 WIB, aku dah nongkrong di Stasiun Lempuyangan nungguin KA. Sri Tanjung jurusan St. Lempuyangan – St. Banyuwangi Baru. Karena ini perjalanan pertamaku ke Pulau Bali maka sebelumnya aku sudah mencari info lebih dulu di internet tentang liku2 backpacking ke Bali.
    Dan..... KA. Sri Tanjung adalah ‘primadona’ para backpackers yang akan ke Bali. Terbukti ketika aku antri tiket sudah nampak beberapa kelompok backpacker dgn logat Sunda, Jakarta dan Jawa. KA. Sri Tanjung menjadi primadona krn selain harga tiketnya yg murah (Rp. 35.000,-) juga krn finish terakhirnya di St. Banyuwangi Baru yang letaknya dekat dgn pelabuhan penyeberangan Ketapang.
    Akhirnya setelah dpt tiket aku duduk2 dulu di peron sambil menikmati keramaian pagi di stasiun dan beli koran buat bacaan di perjalanan nanti. Tepat pukul 07.00 WIB kereta api memasuki stasiun dan kemudian petugas mempersilahkan penumpang untuk naik. Karena ini adalah stasiun pemberangkatan pertama maka gerbong masih banyak yang kosong sehingga kita bebas memilih tempat duduk. Menurut informasi yang aku dapat kereta akan mulai terisi penuh ketika singgah di beberapa stasiun berikutnya.
   Ketika waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, keretapun diberangkatkan. Persinggahan pertama adalah stasiun Brambanan, berturut2 kemudian stasiun2 di Klaten, Sragen sampai Madiun dan kereta udah penuh sesak oleh penumpang plus para pedagang asongan yg hilir mudik menawarkan dagangannya.
   Kereta tiba di St. Gubeng Surabaya sekitar pukul 13.30 WIB, kereta akan berhenti +/- 1 jam untuk pengisian bahan bakar. Setelah bahan bakar terisi keretapun diberangkatkan kembali. Ketika melewati kota Sidoarjo kita akan disuguhi ‘masterpiece’nya salah satu grup konglomerat di Indonesia yaitu Lumpur Lapindo. Di sepanjang sisi utara rel nampak tumpukan batu yang membentuk benteng tinggi untuk menahan luapan lumpur agar tidak meluber menggenangi jalan raya dan rel kereta. Penat seharian duduk di kereta aku mencoba untuk tidur apalagi suasana di luar sudah mulai gelap.
   Akhirnya kereta memasuki St. Banyuwangi Baru pada pukul 22.10 WIB. Dengan begitu berakhir pula perjalanan panjang +/- 14,5 jam di atas kereta. Turun dari kereta aku bergegas bergabung dengan rombongan salah satu backpacker. Setelah berjalan kira2 500m aku sampai juga di pelabuhan penyeberangan Ketapang, Banyuwangi. Setelah itu aku segera menuju loket untuk membeli tiket ferry seharga Rp. 6000,-/org. Kemudian aku menuju salah satu ferry yg sudah siap berangkat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB ketika ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Ketapang menuju ke pelabuhan Gilimanuk. Perjalanan memakan waktu 45 menit. Tiba di pelabuhan Gilimanuk aku segera turun menuju tempat pengecekan KTP. Perlu diketahui bahwa setiap memasuki Pulau Bali via pelabuhan Gilimanuk akan dilakukan pemeriksaan KTP. Yang tidak membawa kartu identitas diri tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan dan harus kembali ke Banyuwangi.

8 Juli 2011
   Akhirnya aku sampai di terminal Gilimanuk pada jam 12 tengah malam atau 01.00 WITA karena waktu di Bali lebih cepat 1 jam. Jarak terminal Gilimanuk dari pelabuhan Cuma 300an mtr. Di situ sudah ada bis yang standby untuk mengantar penumpang ke Denpasar. Aku tak langsung naik bis tapi mencoba untuk istirahat sebentar dengan merebahkan diri di bangku terminal. Karena waktu masih awal maka terminal keliatan sepi sekali hanya ada 1 kios minuman yang buka. Setelah merasa cukup segar akhirnya jam 02.00 WITA aku memutuskan untuk berangkat. Dengan membayar RP. 25.000,- bis berangkat menuju terminal Ubung Denpasar.
   Jalanan yang naik turun serta berkelok-kelok membuatku mengantuk. Sambil terkantuk2 aku menyaksikan pemandangan di keremangan pagi. Bangunan2 menyerupai pura mulai tampak. Karena waktu bertepatan dengan perayaan Galungan yang berlangsung tgl 6 kemarin maka di sepanjang tepi jalan tepatnya di depan rumah2 penduduk terpasang penjor berderet2 yang menambah kentalnya suasana Bali.
   Fajar mulai merekah ketika bis mulai memasuki kota Denpasar. Bis akhirnya sampai di terminal Ubung pada pukul 05.30 WITA. Aku segera menelpon adikku si Ndut agar menjemputku di terminal. Kebetulan kantor adikku yang juga merangkap tempat tinggal lokasinya tak jauh dari terminal. Waktu aku telpon adikku rupanya masih tidur karena perkiraannya kedatanganku paling cepat jam 8 pagi. Sambil menunggu adikku datang aku menghitung biaya perjalanan Jogja-Denpasar.

Perinciannya adalah sbb:
KA. Sri Tanjung Lempuyangan - Banyuwangi   Rp. 35.000,-
Tiket Ferry Ketapang – Gilimanuk                      Rp. 6.000,-
Bus Gilimanuk – Denpasar                                  Rp. 25.000,-
Jadi total biaya perjalanan adalah Rp. 66.000,- (di luar biaya konsumsi dll)

    Tak terasa rupanya gerimis kecil turun walau Cuma sebentar. Tak lama kemudian si Ndut datang juga. Kemudian aku dibonceng menuju kantornya. Tiba di kantornya aku langsung disambut gonggongan 2 anjing penjaga rumah yaitu si wowo dan wewe. Setelah berkenalan sejenak dengan mereka berdua agar tidak menggonggong lagi aku kemudian bertemu dengan rekan2 kerja Ndut yang lagi nonton siaran langsung bola Copa America. Setelah berkenalan aku pun istirahat tiduran di kamar adikku.
   Tidak membuang2 waktu sehabis mandi adikku mengajak aku jalan2 ke Sanur. Berboncengan motor kami pun menuju pantai Sanur dan berjalan2. abis dari Sanur kami menuju Pulau Serangan yaitu ke rumah Wiwin teman adikku yang kebetulan akan merid pada hari minggu nanti (kebetulan aku juga diundang hehehe…). Sampai di sana rumahnya kosong, waktu ditelpon katanya sedang belanja. Akhirnya kami putuskan untuk jalan2 dulu di pantai Serangan. Sampai di pantai kami menuju warung langganan adikku. Setelah memesan minuman dan makanan kecil kami istirahat baring2 di bangku warung sambil melihat para bule main surfing. Pulangnya kami mampir ke rumah Wiwin dan bertemu dengan Per Pedersen (calon suami Wiwin). Kami ngobrol2 sejenak kemudian pulang untuk beristirahat.



9 Juli 2011
   Jadwal hari ini aku pergi dengan si Ndut ke Art Centre untuk liat2 pameran PKB (Pekan Kesenian Bali). Pulangnya udah sore mandi dan istirahat sejenak. Malamnya (kebetulan malming) Aku dan kawan2 Ndut pergi ke rumah Wiwin. Tiba di rumah Wiwin orangnya gak ada katanya sedang belanja. Di teras rumahnya Cuma ada Kurt? (ah lupa namanya) bule Amerika yang juga seorang sailor teman Per. Kami semua kemudian berkenalan. Kurt cerita ttg perjalanannya seorang diri mengarungi samudra dengan kapal layarnya. Dia datang langsung dari Amerika ke Bali. Kapal adalah rumahnya dan lautan halamannya, kerjanya Cuma muter2 keliling dunia. Sebentar kemudian Herman, bule tetangga sebelah datang bergabung. Tak lama kemudian Per juga datang disusul Wiwin. Abis ngobrol sana-sini ditemani bir bintang dan coklat rasa cabe (bawaan Kurt rasanya gk pedes2 amat maklum bikinan bule) satu2 mulai pamit. Pertama Herman lalu disusul Kurt. Kurt nunjukin rumahnya yang berlampu hijau dan yang ditunjuk sebagai ‘rumah’ tentunya adalah kapal yang sedang buang sauh di tengah perairan pulau Serangan berdekatan dgn kapal si Per. Tak lama kamipun juga pamitan pulang. Perjalanan pulang karena lapar akhirnya mampir makan di Sushi Tei. Sampe di rumah udah hampir tengah malam. Kami pun istirahat untuk persiapan esok menghadiri pernikahan Wiwin dan Per di Jimbaran Bay.



10 Juli 2011
   Minggu pagi bikin spring roll pesenan Wiwin buat welcome snack juga sambil bungkusin rosella sweet (manisan rosela). Sebentar kemudian teman Ndut ngajak aku ke Ubud buat nganterin temannya. Lumayan sempet juga liat2 suasana Ubud. Pulangnya udah sore dan siap rame2 berangkat ke kondangan. Pada jam 16.00 WITA kami pun berangkat menuju Jimbaran atau tepatnya di restoran Aroma Bumbu Bali. Masing2 memakai batik ungu karena dress codenya emang ungu (padahal pengantinnya suka warna ijo hehehe). Angin pantai pun menyambut kedatangan kami berlima dalam suasana mendekati sunset. Yah tema pernikahannya aja ‘Purple Sunset Party’. Kami kemudian memilih meja di ujung dekat pantai.
   Pesta berlangsung meriah dengan selingan lagu2 dari pengantin perempuan (lha ternyata Wiwin jago nyanyi). Karena tamu mayoritas bule maka lagu2nya pun banyak lagu barat. Ada kejutan menarik ketika salah seorang tamu unjuk kebolehan ngedrum (ternyata di Holland dia seorang drummer).
   Hari semakin malam dan suasana semakin ‘panas’ ketika hadirin disuguhi musik2 rancak. Para tamu tua muda pun turun berjoget sama2 di hamparan pasir pantai Jimbaran. Mulai dari lagu2 barat sampai latin dan dangdut. Suasana makin heboh ketika lagu Waka-Waka kemudian disambung dengan Keong Racun dan Cinta Satu Malam. Bule2 yang gak tau artinya tetap semangat bergoyang karena musiknya memang heboh. Apalagi dari awal salah seorang teman Ndut udah berjoget dengan gaya khas penonton dangdut Indonesia hehehe. Sesekali dia memperagakan goyangnya Uut Permatasari yang ditiru oleh seorang wanita bule. Aku dan Ndut pun gak ketinggalan ikutan berjoget sampai di penghujung acara. Acara pun berakhir pada pukul 22.00 WITA.

11 Juli 2011
   Kami berangkat menuju pantai Kuta sudah agak siang karena kami berharap agar tidak terlalu lama untuk menunggu sunset. Pantai Kuta terletak di sebelah selatan Denpasar. Sebelum ke Kuta kami menuju Seminyak terlebih dahulu kemudian Legian baru menuju Kuta. Pantai Seminyak terletak di sebelah utara pantai Kuta dan bersebelahan dengan pantai Legian. Atmosfernya hampir sama dengan Kuta, bedanya karena lokasinya agak jauh dari pusat keramaian Kuta, pengunjung pantai Legian dan Seminyak tidak sebanyak pantai Kuta dan pantai ini juga didominasi oleh turis mancanegara. Mungkin karena suasana yang tenang sehingga para turis tsb lebih suka menghabiskan waktunya disini sambil berjemur di tepi pantai.



   Di pinggir pantai seminyak ada tempat Bungy Jumping. Ini adalah wahana wisata untuk memacu adrenalin, yakni meloncat bebas dari menara setinggi 45 meter. Tak ada pengaman saat kamu meloncat kecuali seutas tali khusus yang diikatkan pada pergelangan kakimu. Saat ini, hanya tinggal satu wahana Bungy Jumping beroperasi di Bali, yakni AJ Hawckett yang terletak di pinggir pantai Seminyak, persis di sebelah Club Double Six. Dari pantai Seminyak, Legian, Kuta kita bisa mencapainya dengan berjalan kaki
  Pantai Kuta didominasi oleh wisatawan domestik sementara wisatawan mancanegara banyak berkumpul di bar2 di sepanjang jalan Pantai Kuta. Aku habiskan waktu duduk di pasir pantai sambil menunggu sunset. Memang pantai ini terkenal dengan sunsetnya bersaing dengan Pantai Sanur. Setelah puas menikmati kamipun pulang dan mampir pusat oleh2 Bali yaitu Khrisna dan Erlangga 2. Nyampe di rumah udah malam kemudian langsung istirahat tidur.

to be continued…..